Menu

Translate

Madu & Antibakteri

Madu & Antibakteri

Efek antibakteri madu dikenal pertama kali pada tahun 1892 oleh Van Ketel. Awalnya, efek antibakteri ini diduga karena kandungan gula (alami) madu yang tinggi yang disebut efek osmotik. Tetapi penelitian lebih lanjut menunjukkan adanya zat inhibine yang pada akhirnya diidentifikasi sebagai hidrogen peroksida yang berfungsi sebagai antibakteri.
Dr. WG Sackett, ahli bakteriologi dari Colorado Agricultural Academy menemukan secara in vitro bahwa madu dapat mematikan kuman tifus dalam 48 jam. Kuman penyebab penyakit radang paru-paru mati pada hari ke-4 bersamaan dengan kuman penyebab peritonitis, radang selaput paru dan kuman penghasil nanah. Adapun bakteri penyebab diare disentri mati hanya dalam waktu 10 jam.

Madu & Antibakteri



Efek Osmotik

Madu terdiri dari kombinasi alami antara 84% gula dengan kadar air sekitar 15 sampai 20% sehingga sangat tinggi kadar gulanya. Sedikitnya kandungan air dan interaksi air dengan gula tersebut akan membuat bakteri tidak dapat hidup. Tidak ada bakteri yang sanggup bertahan hidup pada kadar air kurang dari 17%.
Berdasarkan efek osmotik ini, seharusnya madu yang diencerkan hingga kadar gulanya menurun akan mengurangi efek antibakteri. Akan tetapi kenyataannya tidak demikian. Ketika madu dioleskan pada permukaan luka yang basah dan tercampur dengan cairan luka, efek antibakteri madu tidak hilang. Beberapa jenis madu tetap dapat mematikan bakteri meskipun diencerkan tujuh hingga empat belas kali. Dengan demikian dapat disimpulkan ada faktor lain yang menunjang efek antibiotika madu .




Aktivitas Hidrogen Peroksida
Selain efek osmotik, madu mengandung zat lain yang dapat membunuh bakteri yaitu hidrogenperoksida. Kelenjar hipofaring lebah mensekresikan enzim glukosa oksidase yang akan bereaksi dengan glukosa bila ada air dan memproduksi hidrogen peroksida.
Madu & Antibakteri
Madu & Antibakteri
Dulu, hidrogen peroksida dikenal sebagai zat inhibine. Reaksi kimiawi ini berlangsung sesaat, tetapi dalam jumlah kecil terus terbentuk hingga madu matang. Bila madu bereaksi kembali dengan air maka produksi hidrogen peroksida akan meningkat lagi. Konsentrasi hidrogen peroksida pada madu sekitar 1 mmol/l, 1000 kali lebih kecil jumlahnya daripada larutan hidrogen peroksida 3% yang biasa digunakan sebagai antiseptik. Meski konsentrasinya lebih kecil, efektivitasnya tetap baik sebagai pembunuh kuman. Efek samping hidrogen peroksida seperti merusak jaringan akan diatasi madu dengan zat antioksidan dan enzim-enzim lainnya.

Madu & Antibakteri



Sifat Asam Madu
Ciri khas madu yang lain adalah sifat asam dengan pH antara 3,2 hingga 4,5, cukup rendah untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang berkembang biak rata-rata pada pH 7,2-7,4.


Aktivitas Fagositosis dan Meningkatkan Limfosit
Fagositosis adalah mekanisme Membunuh kuman oleh sel yang disebut fagosit, sedangkan limfosit adalah sel darah putih yang besar peranannya dalam mengusir kuman.
Penelitian terbaru memperlihatkan bahwa madu dapat meningkatkan pembelahan sel limfosit, artinya turut memperbanyak pasukan sel darah putih tubuh. Selain itu, madu juga meningkatkan produksi sel monosit yang dapat mengeluarkan sitokin, TNF-alfa, interleukin 1 dan interleukin 6 yang mengaktifkan respon daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kandungan glukosa dan keasaman madu juga secara sinergis ikut membantu sel fagosit dalam menghancurkan bakteri.

Madu memiliki aktivitas antibakteri yang berbeda-beda tergantung dari sumber nektarnya. Aristoteles dan Dioscorides menyatakan madu dari area dan musim tertentu dapat mengobati penyakit tertentu pula. Secara moderen, baru 40 tahun yang lalu diketahui bahwa madu mempunyai efek antibakteri berbeda-beda yang dinilai dari inhibine number, suatu ukuran untuk menilai aktivitas antibakteri madu .


Asam Organik
Di dalam madu terkandung asam-asam organik seperti asam siringat (asam 3,5-dimetoksi-4-hidroksibenzoat), metil siringat (asam 3,4,5-trimetoksibenzoat) serta asam 2-hidroksi-3-fenilpropionat. Seperti selama ini diketahui, asam-asam benzoate adalah penghambat pertumbuhan bakteri dan jamur yang efektif.



Minyak Atsiri
Cukup banyak minyak atsiri yang dikenal sebagai antibakteri. Wootton dkk. (1977) menemukan adanya minyak atsiri dalam madu , dalam hal ini madu Australia.



Senyawa Flavonoids
Pinocembrin adalah flavonoid yang terdapat di dalam madu . Pinocembrin juga menunjukkan aksi sebagai penghambat jamur Candida albicans. C. albicans adalah jamur utama penyebab keputihan pada wanita.
Melihat kemampuan antibakteri madu dengan segala kegunaannya, maka pastikan bahwa madu yang kita konsumsi tidak saja asli tetapi harus bermutu.

Madu & Antibakteri

Beberapa hal yang membuat efek antibakteri madu berbeda-beda adalah kandungan hidrogen peroksida dan non peroksida seperti vitamin C, ion logam, enzim katalase dan juga ketahanan madu terhadap suhu dan sensitivitas enzimnya terhadap cahaya. Setiap jenis madu ternyata memiliki keunggulan untuk kuman yang berbeda-beda pula.
Pada dasarnya semua madu asli punya sifat antibakteri karena kadar gula (alami) yang tinggi. Beberapa ahli berpendapat, efek antibakteri madu secara umum memang akan berkurang bila madu tercampur atau diencerkan. Efek madu sebagai antibakteri terbaik diperoleh dari penggunaan topikal (dioleskan). Tetapi beberapa penelitian terakhir memperlihatkan bahwa madu juga efektif bila ditelan, misalnya pada infeksi pencernaan atau sakit maag.
Ika Puspitasari (2007) menjelaskan bahwa selain adanya kandungan utama, di dalam madu terdapat pula senyawa-senyawa yang dapat dikatakan menjadi sumber munculnya kemampuan antibakteri madu seperti asam organik, minyak atsiri dan senyawa flavonoid.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

nice share bro.. mantapppp

habbatusauda propolis

Posting Komentar

Silahkan berkomentar, Moderasi diaktifkan untuk menghindari spam, secepatnya pesan akan dibalas setelah terbaca. Terimakasih

© Raja Madu Madu Raja